Oleh : Rani R (Aktivis Dakwah)
Kota yang aman dan ramah sangat diperlukan bagi siapapun, terutama perempuan. Perempuan akan merasa dilindungi dan diperhatikan secara tidak langsung. Sebab, secara fitrah itulah karakternya.
Sayangnya, itu semua dirampas oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab. Lahan rakyat kecil menderita karena penggusuran, dan akhirnya mereka kehilangan tempat tinggal.
Inilah yang melatarbelakangi komunitas remaja Smart Student Community Kuningan mengadakan acara Risalah Akhir Tahun dengan tema ‘Cipta Kota Ramah Perempuan, Islam Solusi Tanpa Basa-Basi’ pada hari Selasa, 26 Desember 2023 di salah satu masjid di Kuningan. Acara yang dihadiri puluhan remaja dari berbagai sekolah dan universitas.
Teh Putri selaku pembawa acara memulainya dengan yel-yel agar peserta bersemangat. Kemudian pembacaan ayat suci al-qur’an yang dibacakan oleh Teh Ira. Selanjutnya ada orasi yang disampaikan oleh Teh Neli Prastiani, S.Pd., membahas keadaan tanah di Indonesia yang notabene sangat luas dan diperlukan. Dimana fungsinya begitu banyak, mulai dari untuk pembangunan infrastruktur, penyediaan air, maupun keseimbangan ekosistem.
Hanya saja faktanya, lahan mereka (baca: rakyat kecil) diambil haknya, dan dijadikan jalan tol atau pembangunan tempat wisata. Inilah yang menjadikan Kabupaten Kuningan menjadi sasaran para investor demi meraup untung melalui pariwisata. Salah satunya dibangunnya Bendungan Kuningan, perbaikan wisata Waduk Darma, dan lain-lainnya.
Demi mempermudah menuju tujuan, investor pun membangun jalan, seperti jalan lingkar timur dan jalan lingkar selatan. Dimana terjadilah penggusuran lahan tanah milik warga, dan sebagai gantinya ada kompensasi berupa sejumlah uang tertentu. Dampaknya lahan-lahan tanah pun dikuasai oleh para investor, yang didukung para oligarki.
Teh Neli pun menegaskan semua itu terjadi karena penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sehingga kemungkinan generasi zillenial akan sulit membeli lahan tanah guna membangun rumah, karena sudah dikapitalisasi. Alhasil, alam bukan dimanfaatkan guna kebutuhan rakyat tetapi menjadi komoditi yang menguntungkan untuk meraup kekayaan.
Menilik persoalan tersebut, Teh ‘Atifah Hanum selaku pemateri kedua memaparkan secara rinci pandangan Islam tentang lahan. Dimana Islam mengatur tentang kepemilikan, yang nantinya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu. Inilah yang akan membatasi pihak lain agar tidak saling berebut lahan satu sama lain, karena ada jaminan keamanan dari negara (baca: penguasa).
Selain itu, asas yang dibangun yaitu aturan Islam. Maka dari itu, lahan dipergunakan pasti untuk kepentingan rakyat, bukan segelintir orang. Sehingga, negara tidak akan merebut secara paksa lahan milik individu hanya demi pembangunan infrastruktur, apalagi alasan demi proyek asing.
Sejatinya, pembangunan dalam Islam pasti untuk menciptakan keamanan bagi rakyat, terutama perempuan dan generasi. Karena dari rahim seorang perempuan lahirlah generasi yang mulia dan cemerlang. Dan tugas seorang perempuan ketika telah menjadi ibu, adalah mendidik, menganyomi, membimbing anak-anaknya agar taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Itulah betapa pentingnya menjaga perempuan karena perannya begitu penting, sebagai ibu dan guru bagi generasi. Jika perempuan tidak dilindungi dengan baik, itu bisa membuat gagalnya perempuan sebagai pendidik generasi.
Terakhir Teh Hanum mengajak generasi muslim untuk berkontribusi secara real dalam perjuangan penegakkan Islam kafah dengan cara mengkaji Islam. Tak hanya itu, berkumpul dengan orang-orang soleh, menyeru kebenaran dan mencegah kemungkaran.